Kamis, 08 Mei 2014

TETELO

Merupakan salah satu penyakit pada unggas (ayam, burung, dll) yang hingga kini belum bisa diobati. Satu-satunya upaya yang bisa dilakukan adalah pencegahan, misalnya vaksinasi ND. Pada burung, vaksinasi jelas merepotkan karena burung rawan stres. Jangankan disentuh jarum suntik, dipegang dengan cara salah pun burung bisa stres. Karena itu, cara tradisional menggunakan tanaman obat bisa menjadi alternatif vaksinasi melalui air minum, dan bisa dilakukan siapapun tanpa memerlukan keterampilan khusus.Sebenarnya vaksinasi ND seperti yang diterapkan pada ayam tidak selalu menggunakan jarum suntik. Day Old Chicken (DOC) umur 4 hari, misalnya, biasanya divaksin melalui tetes mata. Pada umur 4 minggu divaksin lagi melalu air minum. Saat berumur 4 bulan, ayam produktif kembali divaksin melalui suntikan / injeksi, dan peternak besar biasanya mengulanginya lagi setiap 4 bulan sekali.Menilik pengalaman para peternak ayam, sebenarnya burung bisa juga diberi vaksinasi melalui dua cara awal, yaitu diteteskan pada mata dan diberikan melalui air minum. Tetapi karena vaksin membutuhkan penanganan khusus, misalnya harus disimpan dalam suhu dingin, tidak boleh terpapar sinar matahari secara langsung, dan harus habis saat itu juga, hal ini tentu merepotkan pemelihara maupun penangkar burung. Belum lagi mengenai biaya pembelian vaksin yang tidak bisa dibilang murah.Beberapa faktor di atas menjadi alasan mengapa selama ini jarang ada kicaumania, termasuk penangkar burung, yang mau melakukan vaksinasi ND terhadap burung-burungnya. Hal ini nampaknya juga dialami para peternak ayam bangkok, yang rata-rata kepemilikan ternaknya tidak mencapai 100 ekor, di mana mereka jarang melakukan vaksinasi ND.Celakanya, setiap pergantian musim, sebagaimana terakhir terjadi dalam periode Oktober – November lalu, beberapa jenis burung seperti murai batu, lovebird, dan merpati, maupun ayam bangkok yang mati akibat terserang tetelo.

Tidak sembuh total Tetelo bisa menyerang jenis burung apapun. Karena tingkat kematiannya 90 – 100 %, berarti masih ada kemungkinan (meski kecil, hanya 10%) untuk bertahan. Tetapi burung yang sembuh atau bisa bertahan hidup biasanya meninggalkan beberapa “cacat”, misalnya masih terlihat sering gela-gelo (memutarkan kepalanya).Beberapa merpati balap yang pernah terserang tetelo memang masih bisa terbang, tetapi jelas tak bisa fokus seperti dulu. Begitu juga dengan burung perkutut dan burung berkicau. Di tengah lomba, ketika ia bermaksud mengeluarkan suara, tekukan kepala jelas akan mengubah volume dan irama lagunya.Bahkan kalau mau dijadikan indukan saja, burung jantan yang pernah terserang tetelo masih berpotesi melimpahkan sebagian virusnya melalui sperma yang masuk ke oviduct dan ovarium burung betina, dan membuahi sel telur (ovum). Demikian pula pada burung betina, di mana sebagian virus ND bisa terbawa sampai ke sel telurnya. Ketika telur menetas, maka piyik pun sudah membawa benih virus ND.Karena itu, dalam konteks penangkaran atau memelihara burung lomba, saya cenderung menganjurkan untuk menyingkirkannya. Meski sembuh, burung ini sebenarnya tidak sembuh benar. Terbukti beberapa gejala gangguan saraf masih sesekali muncul, seperti gela-gelo.Di dalam tubuhnya masih terdapat virus ND, yang sewaktu-waktu bisa muncul dan menulari burung yang sehat. Memang sayang apabila burung harus disingkirkan, tetapi menyelamatkan yang lebih sehat adalah sebuah pilihan yang bijak.Melihat berbagai pengalaman pahit yang pasti selalu terjadi setiap pancaroba, ada baiknya kita memberi perhatian lebih serius terhadap ancaman tetelo. Penerapan vaksinasi secara tradisional melalui tanaman obat mungkin bisa menjadi solusi awal yang bisa diterapkan pemelihara atau penangkar burung, apalagi obat herbal memiliki sifat yang sangat aman bagi makhluk hidup.Ada tiga resep tradisional yang cukup cespleng dan aman dikonsumsi burung. Disebut cespleng, karena memang sudah diuji coba beberapa kali. Dikatakan aman dikonsumsi, karena semua bahannya bersifat herbal atau dari tanaman obat. Silakan dipilih resep mana yang diinginkan, dan saya akan membeberkan beberapa kondisi faktual dari masing-masing resep.

Resep Om Alief Ardi
Resep ini saya dapatkan dari Om Alief Ardi, yang sejak muda gemar mengutak-atik pakan dan breeding ayam. Beliau sarjana kehutanan dari IPB, dan sekarang sedang menempuh S2 di Kota Semarang. Resep ini awalnya untuk konsumsi ayam-ayam piaraannya, tetapi bisa juga diterapkan untuk unggas lainnya termasuk burung berkicau, merpati, derkuku, perkutut, dan sebagainya.
Bahan baku :
Daun papaya
Temuireng
Temulawak
Kulit bawang putih
Kulit bawang merah
Daun teh
Daun salam
Daun singkong
NB: tidak ada takaran mengenai bahan-bahan di atas, karena sifatnya seperti jamu godokan. Jadi silakan gunakan bahan seperlunya.
Cara pembuatan :
Semua bahan diiris tipis-tipis, masukkan ke dalam panci berisi air, dan direbus sampai mendidih.
Setelah mendidih, matikan kompor, dan diamkan ramuan ini beberapa saat sampai suhunya menjadi hangat-hangat kuku.
Air rebusan disaring.
Ampasnya jangan dibuang, karena masih bisa digunakan untuk campuran pakan basah pada itik / ayam, atau dikeringkan untuk dicampur dengan voer burung. Ampas ini juga dapat membantu mencegah burung dari berbagai penyakit akibat virus dan bakteri, termasuk tetelo dan flu burung.
Cara pakai :
Untuk burung yang biasa dipegang, air rebusan ini bisa diteteskan langsung ke paruh burung, dengan dosis 2 sendok makan (sekitar 5 ml atau 5 cc).
Untuk burung yang belum terbiasa dipegang, 1 bagian air rebusan bisa dicampurkan ke dalam 3 – 4 bagian air minum.
Menjelang pancaroba atau pergantian musim (Oktober – November dan April – Mei), ramuan ini bisa berikan setiap 2-3 hari sekali.
Di luar musim pancaroba, pemberian cukup 1 minggu sekali. Sebagian bahan ini juga digunakan para peternak ayam organik di Kabupaten Demak dan Kabupaten Pati dan sejauh ini bebas dari segala jenis penyakit yang disebabkan virus dan bakteri: dua sumber penyakit yang paling sering menyebabkan kematian.

Resep Om Selo Semar
Om Selo Semar adalah penggemar merpati dari Semarang, yang juga piawai dalam merawat dan melatih merpati balap dan merpati tinggian. Beberapa kali jagoannya terkena penyakit yang menurutnya tetelo, dan sembuh berkat ramuan bikinannya sendiri.Menurut saya pribadi, sebenarnya merpati Om Selo Semar dalam kondisi bisa bertahan hidup, tapi tidak benar-benar sembuh. Ia termasuk bagian dari 10% burung yang selamat dari keganasan tetelo, mungkin karena virus yang menyerangnya termasuk tingkatan rendah (tipe lentogenik). Apalagi dia pun mengatakan, meski sudah sembuh, dan bisa terbang normal, namun masih sedikit gela-gelo.Bagaimana pun, kita tetap harus memberikan apreasiasi terhadap upaya Om Selo yang menyelamatkan burung dari kematian melalui ramuannya. Dan, saya yakin, ramuan yang pernah dipakai untuk pengobatan ini juga cespleng untuk mencegah penyakit tetelo.
Bahan baku :
Madu murni
Kencur
Kunyit
Kuning telur
Kunci
Ubi tekiNB: Resep ini juga tidak memiliki takaran pasti, silakan gunakan seperlunya.
Cara pembuatan:
Semua bahan (kecuali madu), dicuci bersih, dikupas kulitnya, dan dihancurkan / ditumbuk hingga menjadi pasta.
Aduk pasta hingga semua bagian tercampur merata, sambil sedikit demi sedikit ditambahkan madu murni.
Pasta yang kental dan tercampur merata dibentuk menjadi bulatan-bulatan kecil, disesuaikan dengan butiran yang biasa dikonsumsi burung. Misalnya, karena merpati dan lovebird terbiasa makan jagung, ukuran butiran pasta ini setara dengan ukuran biji jagung. Jika burung terbiasa makan voer, butiran bisa dibuat seukuran butiran voer tersebut.
Cara pakai :
Untuk pencegahan, dosis bisa 2-3 hari sekali selama masa pancaroba, cukup 1 butir saja.
Untuk pencegahan di luar masa pancaroba, dosis 1 butir dan diberikan seminggu sekali.
Untuk pengobatan, sebagaimana diterapkan Om Selo, dosis 1 butir sehari sekali, selama 3 hari berturut-turut atau sampai sembuh.

Resep tunggal daun pepaya
Resep ini hanya menggunakan daun pepaya yang sudah tua namun belum menguning.
Cara pembuatan :
Iris daun pepaya menjadi beberapa bagian yang lebih kecil, kemudian diletakkan dalam mangkok atau wadah sejenis.
• Tambahkan air matang sebanyak 100 ml ke dalam mangkok.
Peras daun pepaya, sehingga warna air akan berubah menjadi hijau pekat.
Saring airnya saja, sehingga bersih dari sisa-sisa daun pepaya.
Cara pakai :
Untuk burung yang biasa dipegang, ekstrak daun pepaya sebanyak 5 ml (setara 2 sendok makan) langsung dimasukkan ke paruh burung. Berikan secara pelan-pelan.
Untuk burung yang belum terbiasa dipegang, 5 ml ekstrak daun pepaya bisa dicampurkan ke dalam 50 ml air minum.
Untuk pencegahan di musim pancaroba, pemberian jamu bisa dilakukan 2-3 hari sekali.
Untuk pencegahan di luar masa pancaroba, pemberian jamu cukup seminggu sekali.
Untuk pengobatan burung yang terserang tetelo, dosisnya 3x sehari selama 2 hari berturu-turut. Pada hari ketiga, dosis pemberian dikurangi menjadi 2x sehari sampai sembuh (ingat, sembuhnya tidak total, tetapi bisa membantu mempertahankan hidup burung).

Silakan memilih dan mencoba salah satu resep di atas, yang tetap aman untuk burung karena berasal dari tanaman obat.
Semoga bermanfaat, dan burung Anda terbebas dari penyakit mematikan ini.

Sumber : omkicau


...Gie Bird Farm Bogor... ...Salam Kolongers...